​Suberbhayangkara.my.id, | BANYUWANGI – Gelombang kekecewaan menghantam publik Banyuwangi. Citra sukses yang selama ini dibangun oleh Mantan Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, kini tercoreng oleh isu dugaan pembohongan publik yang fundamental. Janji manis tentang posisi tawar pemerintah daerah dalam pengelolaan tambang emas Tumpang Pitu kini terbukti tak lebih dari sekadar retorika politik.

 

​Selama masa jabatannya yang kerap dipuja-puji, Anas berulang kali menenangkan gejolak penolakan tambang dengan satu narasi kunci: Pemkab Banyuwangi memiliki “Golden Share” (Saham Emas).

 

​Narasi ini bukan sekadar istilah ekonomi, melainkan “senjata” psikologis. Kepada rakyat Banyuwangi, istilah Golden Share dijual sebagai jaminan bahwa daerah memiliki hak istimewa, hak veto, dan kendali pengendali atas PT Merdeka Copper Gold Tbk. Dengan klaim ini, masyarakat dininabobokan bahwa tambang tersebut tidak akan merugikan daerah karena Pemkab memegang kendali khusus yang tidak dimiliki pemegang saham lain.

​Namun, waktu akhirnya menjawab dan menguliti fakta yang sebenarnya.

 

​Setelah sekian tahun berlalu, dokumen dan laporan keuangan yang kini menjadi sorotan publik mengungkap realitas pahit: Saham yang dimiliki Pemkab Banyuwangi hanyalah saham biasa (Common Stock), bukan Golden Share.

 

​Fakta ini meruntuhkan seluruh argumen perlindungan yang pernah dibangun Anas. Sebagai pemilik saham biasa, Pemkab Banyuwangi tidak memiliki hak istimewa apa pun. Tidak ada hak veto untuk membatalkan keputusan strategis perusahaan, tidak ada perlindungan khusus terhadap dilusi saham, dan tidak ada kendali mutlak. Posisi Pemkab tak ubahnya seperti investor ritel biasa yang suaranya mudah tenggelam dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

 

​”Ini bukan sekadar kekeliruan istilah, ini adalah dugaan manipulasi informasi yang sistematis,” ujar salah satu pengamat kebijakan publik Maruf Amir Khan.

 

“Masyarakat dibiarkan percaya bahwa kita punya kuasa ‘emas’, padahal nyatanya kita hanya penonton yang memegang tiket biasa. Ketika saham tergerus (dilusi) dan porsi kepemilikan daerah mengecil, barulah kita sadar bahwa Golden Share itu tidak pernah ada,” Katanya.

 

​Terungkapnya status saham ini memicu pertanyaan besar tentang integritas kepemimpinan masa lalu. Apakah narasi Golden Share sengaja diciptakan untuk memuluskan jalan tambang di tengah protes warga? Jika benar demikian, maka stempel “pembohong” yang kini disematkan sebagian pihak kepada sang mantan bupati bukanlah tanpa dasar.

 

​Publik Banyuwangi kini menuntut pertanggungjawaban moral. Warisan “Saham Emas” yang digadang-gadang sebagai prestasi, kini justru menjadi monumen kebohongan yang mencederai kepercayaan rakyat Bumi Blambangan.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *